Hari ini aku
mendapatkan insight baik dalam isi kotbah yang di sampaikan bertepatan dengan apa
yang sedang aku gumulkan. Beberapa hari yang lalu aku berkesempatan menginap di
rumah seorang Om-ku dan bersamaan dengan itu, datang pula om-ku yang lainnya yang juga berkunjung dan disana kami mengobrol bersama. Sebenarnya itu adalah pertemuan keluarga
biasa namun kali ini membawa pemikiran yang berbeda bagi diriku dan juga
bertepatan dengan kotbah tadi.
Om-ku keduanya adalah
pengusaha besar di Jakarta namun mereka sudah memasuki masa tua mereka alias pensiun.
Anak-anak merekapun sudah memiliki bisnis mereka sendiri- sendiri, dan om-ku ini
hanya menjadi pemegang saham saja di perusahaannya dahulu dan salah satu om-ku saat pension mendalami teologia di Trinity Singapore dan beliau adalah sahabat
dari pendeta tua dari SAAT yang tinggal di Australia
Om-ku yang lain adalah juga pengusaha sukses juga lebih menikmati hidup Bersama istrinya dan
mereka menikmati hari-hari tuanya. Keduanya adalah mantan pengurus di gereja
besar di Indonesia.
Hal yang sering kami
diskusikan adalah percis mengenai apa yang di kotbahkan bahwa mereka menyadari
bahwa mereka harus berani memberikan kecukupan bagi hamba Tuhannya yang
melayani dan mereka juga ada kekecewaan dengan beberapa hamba Tuhan yang
orientasinya kedudukan dan uang belaka dibanding dengan keseriusan melayani.
Dalam diskusi aku
sering menyatakan kepada mereka bahwa sebenarnya banyak majeis dan pengusaha
yang membedakan antara penginjil dan pendeta, dan memperlakukan pendetanya berlebihan, sehingga tidak heran banyak penginjil mengharapkan ingin jadi
pendeta bukan karena pelayanan dan panggilan tetapi perlakuan special yang
mereka Terima sebagai pendeta. Perbedaan yang terlihat adalah dalam gaji dan fasilitas namun sebenarnya banyak hal dalam pelayanan penginjil juga tidak kurang sibuknya. Sehingga tidak heran pula jika
banyak pendeta yang tidak mau turun walau sudah masa pensiun dengan pelbagai alasan
dan mereka mengakui hal itu memang terjadi.
Namun hal lain yang membuat
aku kagum dengan mereka adalah mereka tidak merasa kekayaan mereka itu adalah
hal yang bagaimana, bukan mereka pelit tetapi aku sekarang lebih terbuka
melihat kesederhanaan mereka. Maksudku mereka punya uang dan kedudukan namun
tidak merasa itu sebagai sesuatu yang harus di pertahankan, bahkan urusan
bisnispun ditingalkan pada professional dan mereka menikmati pelayanan dan
hidup Bersama dengan istri mereka.
Mereka bisa membeli
mobil termahal namun Om-ku yang tinggal di Spore memilih naik MRT kemana-mana
dan merasa tidak perlu memiliki mobil, walau mereka tinggal di condo yang cukup
mahal dan banyak orang berada spore yang tinggal di sana namun bagi mereka
bukanlah sesuatu yang bagaimana, mereka hanya memikirkan kenyamanan dan keamanan.
Om ku yang di Indonesia pun hanya naik mobil honda CRV, padahal untuk membeli lexuspun atau mobil mahal lainnya dia mampu namun diapun
hidup dengan kesederhanaan dan tetap melayani walau tidak dalam posisi structural.
Hal yang paling aku
pelajari adalah mereka dalam posisi yang sangat tinggi dan dihormati orang bisa
melepaskan itu semua dan hidup apa adanya seperti orang biasa saja, namun
banyak pelayanan yang mereka kerjakan dengan keberadaannya pada orang di
sekelilingnya. Mereka tidak merasa kehilangan kekuasaan atau power syndrome,
mereka tidak ambil pusing itu.
Aku sangat senang
mendapat pengajaran ini karena akupun mulai memasuki masa pension dan aku
berharap bisa tetap melayani walau tidak secara structural dan tidak perlu
merasa kehilangan apa-apa.
Tuhan memberi
kesempatan pernikahan kedua yang akan kulakukan desember ini dan sangat di support
oleh mereka secara moril dan saya terus terang ada keinginan masa tua ini akan bisa kulaui dengan melayani bersama, sehingga aku berharap calon istriku bisa
mengambil pelayanan yang bisa berbareng dengan aku dengan resiko mungkin dia
harus meninggalkan posisinya sekarang.
Kotbah kali ini memberi
semangat kepadaku untuk tidak perlu memikirkan penghasilan untuk menjadi kaya
raya, asal Tuhan cukupkan untuk hidup dan melayani itu sudah cukup bagiku. Aku
dikuatkan bahwa Tuhan juga akan menjaga hambaNya melalui orang orang di sekitar
pelayanannya untuk menjaga dan memberi kehidupan yang layak bagi hambaNYa.
Hal ini memberi kelegaan karena kami akhirnya mengambil keputusan bahwa calonku akan meninggalkan tugasnya sekarang sebagai kepala sekolah yang memakan waktu hidupnya pribadi bahkan membuat dia pun tidak mungkin melayani karena di hari minggupun diganggu tugas - tugas tambahan.
Kami sepakat akan menyerahkan hidup kami
dan menyerahkan pada Tuhan dimana kami boleh melayani Tuhan.
Terima kasih Tuhan
memberi konfirmasi melalui firmanNya yang sederhana dalam ibadah tadi kiranya
kami tidak salah memutuskan.
Terima kasih TUhan