Sunday, October 16, 2022

Pengajaran Tuhan dalam pengambilan keputusan

 

Hari ini aku mendapatkan insight baik dalam isi kotbah yang di sampaikan bertepatan dengan apa yang sedang aku gumulkan. Beberapa hari yang lalu aku berkesempatan menginap di rumah seorang Om-ku dan bersamaan dengan itu, datang pula om-ku yang lainnya yang juga berkunjung dan disana kami mengobrol bersama. Sebenarnya itu adalah pertemuan keluarga biasa namun kali ini membawa pemikiran yang berbeda bagi diriku dan juga bertepatan dengan kotbah tadi.

Om-ku keduanya adalah pengusaha besar di Jakarta namun mereka sudah memasuki masa tua mereka alias pensiun. Anak-anak merekapun sudah memiliki bisnis mereka sendiri- sendiri, dan om-ku ini hanya menjadi pemegang saham saja di perusahaannya dahulu dan salah satu om-ku saat pension mendalami teologia di Trinity Singapore dan beliau adalah sahabat dari pendeta tua dari SAAT yang tinggal di Australia

Om-ku yang lain adalah juga pengusaha sukses juga lebih menikmati hidup Bersama istrinya dan mereka menikmati hari-hari tuanya. Keduanya adalah mantan pengurus di gereja besar di Indonesia.

Hal yang sering kami diskusikan adalah percis mengenai apa yang di kotbahkan bahwa mereka menyadari bahwa mereka harus berani memberikan kecukupan bagi hamba Tuhannya yang melayani dan mereka juga ada kekecewaan dengan beberapa hamba Tuhan yang orientasinya kedudukan dan uang belaka dibanding dengan keseriusan melayani.

Dalam diskusi aku sering menyatakan kepada mereka bahwa sebenarnya banyak majeis dan pengusaha yang membedakan antara penginjil dan pendeta,  dan memperlakukan pendetanya berlebihan, sehingga tidak heran banyak penginjil mengharapkan ingin jadi pendeta bukan karena pelayanan dan panggilan tetapi perlakuan special yang mereka Terima sebagai pendeta. Perbedaan yang terlihat adalah dalam gaji dan fasilitas namun sebenarnya banyak hal dalam pelayanan penginjil juga tidak kurang sibuknya. Sehingga tidak heran pula jika banyak pendeta yang tidak mau turun walau sudah masa pensiun dengan pelbagai alasan dan mereka mengakui hal itu memang terjadi.

Namun hal lain yang membuat aku kagum dengan mereka adalah mereka tidak merasa kekayaan mereka itu adalah hal yang bagaimana, bukan mereka pelit tetapi aku sekarang lebih terbuka melihat kesederhanaan mereka. Maksudku mereka punya uang dan kedudukan namun tidak merasa itu sebagai sesuatu yang harus di pertahankan, bahkan urusan bisnispun ditingalkan pada professional dan mereka menikmati pelayanan dan hidup Bersama dengan istri mereka.

Mereka bisa membeli mobil termahal namun Om-ku yang tinggal di Spore memilih naik MRT kemana-mana dan merasa tidak perlu memiliki mobil, walau mereka tinggal di condo yang cukup mahal dan banyak orang berada spore yang tinggal di sana namun bagi mereka bukanlah sesuatu yang bagaimana, mereka hanya memikirkan kenyamanan dan keamanan.

Om ku yang  di Indonesia pun hanya naik mobil honda CRV, padahal untuk membeli lexuspun atau mobil mahal lainnya dia mampu namun diapun hidup dengan kesederhanaan dan tetap melayani walau tidak dalam posisi structural.

Hal yang paling aku pelajari adalah mereka dalam posisi yang sangat tinggi dan dihormati orang bisa melepaskan itu semua dan hidup apa adanya seperti orang biasa saja, namun banyak pelayanan yang mereka kerjakan dengan keberadaannya pada orang di sekelilingnya. Mereka tidak merasa kehilangan kekuasaan atau power syndrome, mereka tidak ambil pusing itu.

Aku sangat senang mendapat pengajaran ini karena akupun mulai memasuki masa pension dan aku berharap bisa tetap melayani walau tidak secara structural dan tidak perlu merasa kehilangan apa-apa.

Tuhan memberi kesempatan pernikahan kedua yang akan kulakukan desember ini  dan sangat di support oleh mereka secara moril dan saya terus terang ada keinginan masa tua ini akan bisa kulaui dengan melayani bersama, sehingga aku berharap calon istriku bisa mengambil pelayanan yang bisa berbareng dengan aku dengan resiko mungkin dia harus meninggalkan posisinya sekarang.

Kotbah kali ini memberi semangat kepadaku untuk tidak perlu memikirkan penghasilan untuk menjadi kaya raya, asal Tuhan cukupkan untuk hidup dan melayani itu sudah cukup bagiku. Aku dikuatkan bahwa Tuhan juga akan menjaga hambaNya melalui orang orang di sekitar pelayanannya untuk menjaga dan memberi kehidupan yang layak bagi hambaNYa.

Hal ini memberi kelegaan karena kami akhirnya mengambil keputusan bahwa calonku akan meninggalkan tugasnya sekarang sebagai kepala sekolah yang memakan waktu hidupnya pribadi bahkan membuat dia pun tidak mungkin melayani karena di hari minggupun diganggu tugas - tugas tambahan. 

Kami sepakat akan menyerahkan hidup kami dan menyerahkan pada Tuhan dimana kami boleh melayani Tuhan.

Terima kasih Tuhan memberi konfirmasi melalui firmanNya yang sederhana dalam ibadah tadi kiranya kami tidak salah memutuskan.

Terima kasih TUhan