Keluarga adalah suatu tanggung jawab yang Tuhan berikan kepada kita untuk dikerjakan dan dinikmati. Oleh karena itu setiap mereka yang ingin berkeluarga harus berani Bertanggung jawab dalam berkeluarga dan Tuhan akan memberikan anugrah kepada mereka untuk menikmatinya.
Wednesday, December 25, 2019
Wednesday, December 18, 2019
Thursday, May 30, 2019
Antara Istri dan Mama
Masalah yang terjadi antara istri dan mama adalah masalah yang
sering kali terjadi dalam kehidupan kebanyakan rumah tangga. Tidak sedikit
rumah tangga yang berakhir dengan perceraian karena munculnya persoalan ini
dalam rumah tangganya. Namun ada pula yang terus bergumul dengan persoalan ini
sehingga rumah tangga mereka berjalan dengan terseok-seok, hidup tidak layaknya
sebagai sebuah keluarga banyak perang dingin dan konflik didalamnya.
Apakah permasalahan yang sesungguhnya sehingga masalah ini
menjadi begitu krusial dan terjadi di banyak keluarga. Umumnya karena
permasalahan pengertian tentang pernikahan yang berurusan dengan perasaan.
Maksudnya banyak mereka yang menikah tetapi tidak jelas akan konsep menikah
secara kekristenan dan tidak tahu bagaimana menjalankan apa yang firman Tuhan
katakan / role pernikahan yang di laksanakan. Permasalahan muncul tidak saja di
sebabkan oleh mereka berdua suami istri namun juga melibatkan oran tua dan
mertua dengan pengenalannya.
Berdasarkan pada Alkitab Perjanjian Lama pasal 2 mengenai
konsep pernikahan di ayat 24 dan seterusnya bahwa suatu saat nanti mereka akan
meninggalkan orang tua mereka dan bersatu dengan pasangannya untuk menyatukan
diri menjadi satu daging dan apa yang disatukan oleh Allah ini tidak dapat
dipisahkan oleh manusia. Hal ini jelas menajarkan pada setiap manusia bahwa relasi
yang paling lekang dan erat adalah pasangan kita. Karena ada saatnya kita harus
meninggalkan orang tua kita dan bersatu dengan pasangan kita. Saat kita
meninggalkan orang tua kita memberi kita kesadaran bahwa hidup saya kedepan
adalah bersama dengan pasangan saya seumur hidup saya, jauh lebih panjang
waktuya dibanding hidup dengan orang tuaku dulu, dan kita tidak dapat
memisahkan diri dengan pasangan kita sampai maut memisahkan kita.
Banyak orang keliru dalam menanggapi konsep ini, Alkita tidak
pernah mengatakan bahwa berarti kita putus hubungan dengan orang tua, karena
ada ayat lain yang menyatakan kepada kita hormatilah ayah ibumu seumur hidupmu.
Berarti ada perbedaan relasi yang terjadi sekarang antara saya dengan orang tua
saya. Jika dulu saya adalah bagian dari anggota keluarga ayah saya dengan
predikat anak sekarang saya adalah kepala dari keluarga saya sendiri dengan
anak-anak saya kelak, dan relasi saya sekarang dengan orang tua saya adalah
relasi antar 2 keluarga. Konsep ini juga mempunya arti bahwa kita telah menjadi
dewasa dan lepas dari pengaruh orang
tua, kita sudah harus bisa menjalankan keluarga kita sendiri, lepas dari
pengaruh campur tanga orang tua, namun orang tua atau mertua masih menjadi mentor yang boleh
memberikan masukkan kepada kita sebagai orang yang kita hormati.
Konsep diatas tidak hanya harus dimengerti oleh pasangan suami
istri ini saja tetapi juga dimengerti oleh mereka sebagai orang tua maupun
mertua. Dengan pengertian yang benar dan jelas maka permasalahan diatas akan
sangat bisa dihindari.
Permasalahan umumnya terjadi tatkala berkenaan dengan
perasaan, perasaan bahwa orang tua yang sudah melahirkan kita dan memelihara kita
maka haruslah kita berbakti kepada mereka. Dalam hal ini benar kita harus
berbakti dan menghormati serta mencintai mereka, namun harus hati-hati tatkala
berbenturan dengan relasi keluarga inti kita yaitu dengan pasangan kita. Kita
tidak bisa untuk menjalin relasi agar terlihat menghormati orang tua lalu kita
mengabaikan pasangan kita dan menjadikan pasangaan kita orang nomor dua. Ingat
Tuhan menyatukan kita dengan pasangan kita menjadi satu daging yang lekat dan
paling lekat berarti dalam hidup kita tidak ada yang terpenting selain pasangan
kita sendiri.
Orang tua perlu menyadari bahwa anak mereka sudah berkeluarga
dan bersatu dengan pasangannya dan tidak lagi boleh mempengaruhi anaknya dan
kehidupan keluarga anaknya. Mereka tidak bisa menekankan kepada anak untuk taat
kepada orang tua jika tidak durhaka hanya untuk memenuhi impiannya dalam
kehidupan ini. Sebaliknya anak-anak tidak bisa karena sedemikian eklusifnya
hubungan dengan pasangan lalu mengabaikan orang tuanya dan tidak memperdulikan
orang tuanya. Disinilah kita memerlukan kebijaksanaan dari Tuhan untuk
bagaimana berlaku menyikapi hal ini.
Alkitab sebenarnya sudah mengatur bagaimana seharusnya kita
hidup baik dalam berkeluarga maupun dalam kehidupan sosial kita. Pengertian dan
pengenalan firman akan membantu kita menjalani hidup ini dan menghindari semua
polemic yang mungkin saja terjadi.
Thursday, May 16, 2019
Menyikapi masa Pensiun bagi Rohaniwan
Pensiun adalah sebuah kata yang cukup menggetarkan bagi
kebanyakan orang. Masa pensiun dirasa seakan masa yang penuh dengan ketakutan
dan kemunduran di segala bidang. Banyak orang tidak siap memasuki masa pensiun
ini karena beberapa hal yaitu:
·
Masa dimana seseorang akan kehilangan
kekuasaannya
·
Masa dimana seseorang dipaksa untuk menerima
kondisi bahwa usianya sudah tidak muda lagi dan sudah harus diganti oleh mereka
yang lebih muda
·
Masa dimana tubuh sudah mulai melemah dan mulai
banyak berurusan dengan sakit penyakit
·
Masa dimana seseorang sedikit demi sedikit mulai
dilupakan akan keberadaannya.
·
Masa dimana orang tersebut kemungkinan
memerlukan orang lain dan tidak lagi bisa mandiri
·
Masa dimana ia mulai merasa kesepian
·
Dan banyak hal menakutkan lainnya yang masih
bisa kita telaah dan kita rasakan.
Perasaan memasuki usia pensiun ini mengusik semua lapisan
masyarakat siapapun dia, tidak terkecuali seorang rohaniwan.
Mari kita perhatikan masalah pensiun ini dengan keberadaan
seorang rohaniwan. Rohaniwan adalah suatu predikat yang diberikan kepada mereka
yang mengabdikan dirinya untuk Tuhannya, melayani Tuhan dengan seluruh waktu
hidupnya dan itu bukanlah suatu profesi.
Menjadi rohaniwan adalah suatu panggilan, karena tidak serta
merta setiap orang bisa menjadi seorang rohaniwan tetapi melalui suatu proses
panggilan dalam hidupnya untuk menyerahkan waktu dan hidupnya hanya untuk melakukan
pekerjaan TUhan dan melayaniNYA.
Didalam panggilannya inilah seorang rohaniwan memasuki institusi
dimana ia terpanggil, misalnya di bidang pendidikan, ia dapat menjadi seorang
dosen teologia di institusi sekolah teologia, seorang guru agama Kristen di
sekolah-sekolah Kristen, di bidang penggembalaan ia akan masuk ke institusi
gereja, ada yang terpanggil menjadi pendeta yang menggembalakan, ada yang
menjadi penginjil atau seorang pengajar didalam gereja atau dalam bidang-bidang
tertentu lainnya. Semua itu adalah predikat dalam panggilannya, sekali lagi
bukan profesinya.
Jadi sebagai seorang rohaniwan ia menjalani predikatnya
sebagai hamba yang melayani Allah di institusi yang Tuhan tempatkan baginya dan
disitulah ia mengembangkan semua panggilan dan talentanya dalam pelayanannya.
Karena ia ada dalam satu institusi dalam melayani Tuhan maka ia akan
mendapatkan juga tunjangan utuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Dalam hal ini memang ada sedikit perbedaan dengan mereka yang
bekerja dalam satu instansi untuk berkarier dengan profesi tertentu, maka
imbalan yang mereka dapatkan adalah upah dari profesi mereka untuk apa yang
mereka lakukan. Dan karier ini dapat terus di kejar utuk mendapatkan upah yang
lebih besar sesuai dengan apa yang diharapkan. Dalam hal ini sedikit berbeda
dengan panggilan sebagai seorang rohaniwan. Yang dikejar oleh mereka para rohaniwan bukanlah profesi tetapi maksimal
pelayanannya yang efektif untuk menjangkau mereka kepada Kristus.
Jika kita melihat hal seperti ini maka seorang Rohaniwan
seharusnya tidaklah memikirkan mengenai upah. Mereka yang duduk dan berwenang dalam instansilah yang memikirkan kebutuhan
hidup mereka dan mencukupinya. Oleh karena itu seorang Rohaniwan berbeda dengan
seorang professional secular yang mengejar materi untuk mencukupi kehidupannya.
Berdasarkan hal ini maka tatkala seorang rohaniwan di suatu
instansi memasuki usia pensiun akan menghadapi pelbagai pergumulan untuk
menyiasati memasuki usia pensiun itu. Rohaniwan juga akan banyak memikirkan
bagaimana kehidupannya kelak jika memasuki masa itu, bagaimana kehidupan
anak-anak, study dan hidup mereka sehari-hari. Masa inilah masa yang penuh
tantangan. Mereka bisa saja tergeser dari panggilannya dan menempatkan dirinya
dan predikatnya kearah profesi dan mencoba untuk memenuhi lumbung-lumbungnya
sebagai persiapan di masa pensiun nanti.
Seorang rohaniwan itu adalah predikat, panggilannya dan tidak
berkesudahan, tidak ada batas masa berlakunya sampai Tuhan memanggil mereka.
Yang membatasi adalah keterlibatannya dalam suatu instansi yang menaunginya.
Seorang rohaniwan harus menyadari itu adalah panggilan dari Allah dan Allahlah
yang akan terus menjaga dan memelihara hidupnya. Walaupun ia telah
menyelesaikan tugasnya dalam salah satu instansi itu bukan berarti predikatnya
sebagai rohaniwan selesai, ia tetap menjalani panggilan pelayanannya dalam seluruh
hidupnya. Yang membedakannya adalah tidak lagi mendapat tunjangan kehidupan
dari instansi tersebut dan inilah sesungguhnya yang menakutkan bagi para
rohaniwan, bagaimana mereka harus meneruskan hidupnya?
Sebagai seorang rohaniwan maka seumur hidup harus selalu
mengingat panggilannya dan belajar selalu hidup mencukupkan diri dengan apa
yang Tuhan beri, dalam kesederhanaan, kecukupan, tidak berkemewahan dan
mengikuti arus dunia. Walau kadang-kadang hal itu tidak dapat dihindari dalam
pelayanan sehari-hari saat melayani di tempat tertentu dan orang-orang tertentu
seorang rohaniwan akan menikmati banyak kemewahan namun seharusnya kita harus
selalu sadar bahwa itu bukan tempat kita, itu hanyalah anugrah yang Tuhan beri
bisa kita cicipi dalam hidup ini, namun sesungguhnya kita hanyalah alat
ditanganNYA.
Oleh karena itu sebagai sesama rohaniwan sayapun ingin terus
belajar melihat panggilan Tuhan dalam hidupku dan belajar menerima keberadaanku
yang adalah alat di tangan Tuhan yang kadang Tuhan beri kenikmatan, kemewahan
namun seharusnya kita justru harus hidup dalam kesederhanaan dan kecukupan ( humble
and simplicity). Sikap seperti inilah yang akan memberi kita kemampuan untuk
menghadapi masa pensiun kita kelak.
Bahwa kedudukan saya sekarang itu bukan apa-apa sehingga tidak
perlu saya pertahankan namun saya harus memiliki hati siap untuk melepaskannya
kepada mereka yang muda dan lebih berkemampuan dari kita. Menerima diri bahwa
kita sudah harus melepaskan tongkat estafet ini dengan hati leluasa dan bangga
bahwa kita sudah mewariskan kepada generasi penerus kita suatu contoh teladan
pelayanan yang baik. Kita boleh bersyukur selama melayani Tuhan sudah TUhan
ijinkan menikmati beberapa hal kemewahan atau kenikmatan namun sesungguhnya
itulah anugrah dan saatnya kita kembali kepada kita yang sesungguhnya menikmati
hidup bersama Tuhan dalam kesederhanaan.
Mari kita bersama terus mengingat akan panggilan kita dan
percaya Tuhan akan pelihara kita, yang penting janganlah kita lupa siapa kita
dan terus ingin hidup diatas, akan tiba waktunya orang akan perlahan melupakan
kita, melupakan siapa kita, apa yang telah kita lakukan namun ingatlah Tuhan
tidak pernah melupakan kita. Oleh karena itu marilah kita mengakhiri semua
pelayanan panggilan kita dengan baik. Tuhan tidak melihat awal panggilan
pelayanan kita tetapi Tuhan melihat bagaimana kita mengakhiri perjalanan
pelayanan kita.
Subscribe to:
Posts (Atom)