Pensiun adalah sebuah kata yang cukup menggetarkan bagi
kebanyakan orang. Masa pensiun dirasa seakan masa yang penuh dengan ketakutan
dan kemunduran di segala bidang. Banyak orang tidak siap memasuki masa pensiun
ini karena beberapa hal yaitu:
·
Masa dimana seseorang akan kehilangan
kekuasaannya
·
Masa dimana seseorang dipaksa untuk menerima
kondisi bahwa usianya sudah tidak muda lagi dan sudah harus diganti oleh mereka
yang lebih muda
·
Masa dimana tubuh sudah mulai melemah dan mulai
banyak berurusan dengan sakit penyakit
·
Masa dimana seseorang sedikit demi sedikit mulai
dilupakan akan keberadaannya.
·
Masa dimana orang tersebut kemungkinan
memerlukan orang lain dan tidak lagi bisa mandiri
·
Masa dimana ia mulai merasa kesepian
·
Dan banyak hal menakutkan lainnya yang masih
bisa kita telaah dan kita rasakan.
Perasaan memasuki usia pensiun ini mengusik semua lapisan
masyarakat siapapun dia, tidak terkecuali seorang rohaniwan.
Mari kita perhatikan masalah pensiun ini dengan keberadaan
seorang rohaniwan. Rohaniwan adalah suatu predikat yang diberikan kepada mereka
yang mengabdikan dirinya untuk Tuhannya, melayani Tuhan dengan seluruh waktu
hidupnya dan itu bukanlah suatu profesi.
Menjadi rohaniwan adalah suatu panggilan, karena tidak serta
merta setiap orang bisa menjadi seorang rohaniwan tetapi melalui suatu proses
panggilan dalam hidupnya untuk menyerahkan waktu dan hidupnya hanya untuk melakukan
pekerjaan TUhan dan melayaniNYA.
Didalam panggilannya inilah seorang rohaniwan memasuki institusi
dimana ia terpanggil, misalnya di bidang pendidikan, ia dapat menjadi seorang
dosen teologia di institusi sekolah teologia, seorang guru agama Kristen di
sekolah-sekolah Kristen, di bidang penggembalaan ia akan masuk ke institusi
gereja, ada yang terpanggil menjadi pendeta yang menggembalakan, ada yang
menjadi penginjil atau seorang pengajar didalam gereja atau dalam bidang-bidang
tertentu lainnya. Semua itu adalah predikat dalam panggilannya, sekali lagi
bukan profesinya.
Jadi sebagai seorang rohaniwan ia menjalani predikatnya
sebagai hamba yang melayani Allah di institusi yang Tuhan tempatkan baginya dan
disitulah ia mengembangkan semua panggilan dan talentanya dalam pelayanannya.
Karena ia ada dalam satu institusi dalam melayani Tuhan maka ia akan
mendapatkan juga tunjangan utuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Dalam hal ini memang ada sedikit perbedaan dengan mereka yang
bekerja dalam satu instansi untuk berkarier dengan profesi tertentu, maka
imbalan yang mereka dapatkan adalah upah dari profesi mereka untuk apa yang
mereka lakukan. Dan karier ini dapat terus di kejar utuk mendapatkan upah yang
lebih besar sesuai dengan apa yang diharapkan. Dalam hal ini sedikit berbeda
dengan panggilan sebagai seorang rohaniwan. Yang dikejar oleh mereka para rohaniwan bukanlah profesi tetapi maksimal
pelayanannya yang efektif untuk menjangkau mereka kepada Kristus.
Jika kita melihat hal seperti ini maka seorang Rohaniwan
seharusnya tidaklah memikirkan mengenai upah. Mereka yang duduk dan berwenang dalam instansilah yang memikirkan kebutuhan
hidup mereka dan mencukupinya. Oleh karena itu seorang Rohaniwan berbeda dengan
seorang professional secular yang mengejar materi untuk mencukupi kehidupannya.
Berdasarkan hal ini maka tatkala seorang rohaniwan di suatu
instansi memasuki usia pensiun akan menghadapi pelbagai pergumulan untuk
menyiasati memasuki usia pensiun itu. Rohaniwan juga akan banyak memikirkan
bagaimana kehidupannya kelak jika memasuki masa itu, bagaimana kehidupan
anak-anak, study dan hidup mereka sehari-hari. Masa inilah masa yang penuh
tantangan. Mereka bisa saja tergeser dari panggilannya dan menempatkan dirinya
dan predikatnya kearah profesi dan mencoba untuk memenuhi lumbung-lumbungnya
sebagai persiapan di masa pensiun nanti.
Seorang rohaniwan itu adalah predikat, panggilannya dan tidak
berkesudahan, tidak ada batas masa berlakunya sampai Tuhan memanggil mereka.
Yang membatasi adalah keterlibatannya dalam suatu instansi yang menaunginya.
Seorang rohaniwan harus menyadari itu adalah panggilan dari Allah dan Allahlah
yang akan terus menjaga dan memelihara hidupnya. Walaupun ia telah
menyelesaikan tugasnya dalam salah satu instansi itu bukan berarti predikatnya
sebagai rohaniwan selesai, ia tetap menjalani panggilan pelayanannya dalam seluruh
hidupnya. Yang membedakannya adalah tidak lagi mendapat tunjangan kehidupan
dari instansi tersebut dan inilah sesungguhnya yang menakutkan bagi para
rohaniwan, bagaimana mereka harus meneruskan hidupnya?
Sebagai seorang rohaniwan maka seumur hidup harus selalu
mengingat panggilannya dan belajar selalu hidup mencukupkan diri dengan apa
yang Tuhan beri, dalam kesederhanaan, kecukupan, tidak berkemewahan dan
mengikuti arus dunia. Walau kadang-kadang hal itu tidak dapat dihindari dalam
pelayanan sehari-hari saat melayani di tempat tertentu dan orang-orang tertentu
seorang rohaniwan akan menikmati banyak kemewahan namun seharusnya kita harus
selalu sadar bahwa itu bukan tempat kita, itu hanyalah anugrah yang Tuhan beri
bisa kita cicipi dalam hidup ini, namun sesungguhnya kita hanyalah alat
ditanganNYA.
Oleh karena itu sebagai sesama rohaniwan sayapun ingin terus
belajar melihat panggilan Tuhan dalam hidupku dan belajar menerima keberadaanku
yang adalah alat di tangan Tuhan yang kadang Tuhan beri kenikmatan, kemewahan
namun seharusnya kita justru harus hidup dalam kesederhanaan dan kecukupan ( humble
and simplicity). Sikap seperti inilah yang akan memberi kita kemampuan untuk
menghadapi masa pensiun kita kelak.
Bahwa kedudukan saya sekarang itu bukan apa-apa sehingga tidak
perlu saya pertahankan namun saya harus memiliki hati siap untuk melepaskannya
kepada mereka yang muda dan lebih berkemampuan dari kita. Menerima diri bahwa
kita sudah harus melepaskan tongkat estafet ini dengan hati leluasa dan bangga
bahwa kita sudah mewariskan kepada generasi penerus kita suatu contoh teladan
pelayanan yang baik. Kita boleh bersyukur selama melayani Tuhan sudah TUhan
ijinkan menikmati beberapa hal kemewahan atau kenikmatan namun sesungguhnya
itulah anugrah dan saatnya kita kembali kepada kita yang sesungguhnya menikmati
hidup bersama Tuhan dalam kesederhanaan.
Mari kita bersama terus mengingat akan panggilan kita dan
percaya Tuhan akan pelihara kita, yang penting janganlah kita lupa siapa kita
dan terus ingin hidup diatas, akan tiba waktunya orang akan perlahan melupakan
kita, melupakan siapa kita, apa yang telah kita lakukan namun ingatlah Tuhan
tidak pernah melupakan kita. Oleh karena itu marilah kita mengakhiri semua
pelayanan panggilan kita dengan baik. Tuhan tidak melihat awal panggilan
pelayanan kita tetapi Tuhan melihat bagaimana kita mengakhiri perjalanan
pelayanan kita.
No comments:
Post a Comment